Korea Selatan terbangun dari kejutan ketika Presiden Yoon Suk Yeol, dalam langkah dramatis, mengumumkan hukum militer untuk pertama kalinya dalam hampir setengah abad, menciptakan kegelisahan politik yang besar.
Pengumuman Mendadak yang Mengguncang Negara
Penegakan hukum militer di Korea Selatan adalah peristiwa langka, terjadi pada saat kepercayaan kepada pemerintah mulai redup. Pada Selasa malam, Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan status darurat militer, tindakan yang belum terjadi selama hampir 50 tahun. Dengan menyebut ‘kekuatan anti-negara’ dan ancaman dari Korea Utara, Yoon tampaknya berusaha untuk memperkuat cengkeraman politisnya di tengah kritik yang semakin menguat.
Reaksi Publik dan Parlemen yang Cepat
Namun, banyak pengamat menduga bahwa keputusan mendeklarasikan hukum militer ini berasal dari masalah internal, bukannya ancaman luar. Atas pengumuman tersebut, ribuan orang berbondong-bondong ke gedung parlemen untuk berdemonstrasi, sementara politisi oposisi bergegas menuju lokasi untuk mencabut deklarasi tersebut melalui pemungutan suara darurat. Ketika perdebatan politik memanas, Yoon menerima hasil pemungutan suara dan membatalkan putusan tersebut beberapa jam kemudian.
Sejarah dan Makna Hukum Militer
Sekitar pukul 1 pagi waktu setempat, parlemen Korea Selatan dengan 190 dari 300 anggotanya berhasil menggagalkan deklarasi hukum militer. Menyusul keputusan ini, pertanyaan muncul mengenai seberapa signifikan hukum militer yang pernah diterapkan kembali ke negara tersebut. Dalam konteks sejarah, ini adalah pertama kalinya sejak 1979, saat negara itu berada di bawah kekuasaan otoriter.
Krisis Kepemimpinan dan Penurunan Dukungan
Meskipun sudah dibatalkan, dampak dari deklarasi tersebut sangat besar. Yoon, yang diangkat sebagai presiden konservatif, telah menghadapi penurunan popularitas dalam skala besar, terjerat berbagai skandal dan isu yang merusak reputasinya. Rencana oposisi untuk mengimpeach Yoon semakin menguat pasca upaya daruratnya minggu ini, yang dinilai banyak pihak sebagai tanda kebangkitan kembali demokrasi yang sehat dan penegasan hak sipil.
Menuju Pemakzulan dan Nasib Yang Belum Pasti
Proses pemakzulan yang diajukan oleh Partai Demokrat, partai oposisi, sekarang tengah mengemuka di parlemen. Dengan syarat dua pertiga suara dari anggotanya, Yoon Dapat terancam dipecat. Jika kekuatan hukum memakzulkan dirinya berlaku, maka presiden Korea Selatan ini akan menjadi yang kedua di era demokrasi untuk dipecat, yang menunjukkan adanya risiko nyata bagi stabilitas politik dan reputasi internasional.
Dampak Sosial dan Reputasi Demokrasi Korea Selatan
Meskipun tindakan Yoon tampak sebagai langkah keputus-asaan, banyak pihak berpendapat bahwa situasi ini sangat berpotensi merusak persepsi dunia tentang Korea Selatan sebagai negara demokrasi yang stabil. Menurut para ahli, tindakan yang berisiko ini berpotensi lebih merugikan daripada insiden kerusuhan 6 Januari di AS, dengan Yoon terdengar lebih seperti seorang politikus yang terjepit daripada presiden yang memimpin dengan jelas.
Keputusan mendeklarasikan hukum militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol menandai momen kritis bagi Korea Selatan, yang terlihat berjuang untuk mempertahankan demokrasi yang telah lama dibangun. Dengan berbagai tantangan internal dan reaksi kuat dari oposisi, masa depan politik Yoon tampaknya semakin tidak pasti. Tindakan ini tidak hanya memengaruhi nasib Yoon tetapi juga dapat membentuk kembali cara negara ini beroperasi dalam konteks hukum dan kebebasan sipil.