- Presiden Trump berpotensi untuk mendiskusikan pencalonan masa jabatan ketiga.
- Trump menunjukkan sikap tantangan terhadap Konstitusi Amerika Serikat.
- Ada dukungan signifikan dari penggemar Trump untuk masa jabatan ketiga.
- Mengubah Amandemen 22 untuk mendukung Trump sangat sulit secara hukum.
- Penyokong Trump tetap skeptis terhadap ide perubahan Konstitusi.
Mungkinkah Trump Akan Menjalani Masa Jabatan Ketiga?
Presiden Donald Trump sedang menjadi sorotan atas kemungkinan pencalonan untuk masa jabatan ketiga, meskipun aturan Konstitusi jelas melarang hal tersebut. Dalam konteks ini, Trump telah menunjukkan sikap yang cenderung menantang norma dan peraturan yang ada, termasuk pertentangan terhadap Amandemen Keempat Belas yang menjamin kewarganegaraan berdasar kelahiran. Soo dari kemenangannya di masa lalu hingga saat ini, Trump tampak tak ragu untuk melanggar pedoman hukum jika ia merasa memang bisa mendapat dukungan yang kuat dari basis pemilihnya.
Kehadiran Pendukung yang Antusias
Pembicaraan tentang peluang Trump untuk menjalani masa jabatan ketiga bukan hanya sekadar lelucon, namun ada sinyal-sinyal serius dari para pendukungnya. Misalnya, saat rapat umum di Nevada, Trump mengatakan, “Akan menjadi kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk melayani, bukan hanya sekali tetapi dua kali, tiga kali, atau empat kali.” Kalimat ini jelas tampaknya merupakan guyonan, namun permintaan dukungan dari pendukungnya menunjukkan bahwa dia masih merasa dapat memicu reaksi positif dari publik. Beberapa pendukung setia, seperti Stephen Bannon, mendemonstrasikan dukungan mereka dengan mengatakan, “Kami ingin Trump di ’28,” yang menandakan bahwa keinginan untuk perubahan tersebut mungkin lebih dari sekadar lelucon.
Realitas Hukum dan Politikal Yang Rumit
Namun, perubahan amandemen untuk memperbolehkan masa jabatan ketiga bagi presiden bukanlah perkara mudah. Ada tantangan berat yang harus dihadapi, seperti persyaratan untuk mendapatkan dukungan dua pertiga suara di Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, serta persetujuan tiga perempat negara bagian. Sejauh ini, tidak ada amandemen yang berhasil diratifikasi sejak tahun 1990-an, dan sebagian besar dari mereka harus dikaitkan dengan waktu-waktu yang penuh gejolak seperti era Vietnam. Pihak-pihak pun memberi peringatan, bahwa meskipun Trump secara politis selalu mendorong batasan, realitas hukum tetap berdiri di sana, dan sulit bagi siapapun untuk mengabaikannya.
Kesimpulannya, meskipun pembicaraan tentang masa jabatan ketiga Trump terlihat absurd berdasarkan hukum, namun gerakan politik dan dukungan yang ada bisa menunjukkan sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa Trump, dengan gaya politiknya yang non-konvensional, berpotensi untuk terus mengguncang politik AS. Namun, amandemen Konstitusi tetap menjadi penghalang utama yang patut dicermati.