Presiden Trump kembali membuat gelombang dengan pernyataannya mengenai potensi masa jabatan ketiga, meski secara konstitusi hal ini tidak memungkinkan. Ini bukan hanya sekadar lelucon, melainkan strategi politik yang bijak.
Pandangan Menarik Mengenai Komentarnya Yang Kontroversial
Strategi di Balik Perenungan Trump Tentang Masa Jabatan Ketiga
Menyoroti Kontroversi Lain yang Muncul
Di tengah banyaknya kontroversi yang menghantam pemerintahannya, Presiden Trump membuat pernyataan yang mengejutkan terkait kemungkinan masa jabatan ketiga. Meskipun secara konstitusi tidak diizinkan, pernyataan ini seolah mengundang perhatian lebih banyak dibandingkan isu-isu lain yang mungkin lebih serius. “Saya tidak bercanda tentang ini,” kata Trump dalam sebuah wawancara dengan NBC News, ketika ditanya tentang masa jabatan kedua kalinya, sambil menegaskan bahwa ada “metode” untuk menghindari batasan tersebut.
Strategi untuk Menghindari Status Lame Duck
Pernyataan dan gagasan tersebut, meskipun tidak memiliki landasan hukum yang nyata, berfungsi sebagai alat politik yang strategis. Mereka memindahkan fokus dari kontroversi lain yang menjadi perhatian, seperti pesan terlanjur bocor di aplikasi Signal yang melibatkan konsultasi sehari-hari dengan jurnalis. Ini juga mencegah potensi penerusnya muncul dan mencuri perhatian dari statusnya sebagai presiden yang “lame duck”, yang biasanya menurunkan pengaruh dan relevansi seorang presiden seiring berjalannya waktu.
Penolakan Terhadap Usulan Perubahan Konstitusi
Menurut Derek T. Muller, seorang profesor hukum di Universitas Notre Dame, strategi ini terlihat jelas bagi seorang presiden yang tidak ingin diperlakukan seperti presiden yang masa jabatannya hampir selesai. “Sulit untuk menjadi presiden lame duck atau diperlakukan seperti itu. Ketika orang berbicara kepada Anda seolah-olah masa jabat Anda sudah berakhir, itu sangat menyakitkan bagi seorang pemimpin,” ujarnya. Di bulan Januari lalu, perwakilan Andy Ogles dari Tennessee sempat mengusulkan amendment untuk memungkinkan Trump mencalonkan dirinya lagi, meski secara luas dianggap ide yang sangat tidak mungkin terwujud.
Sikap Partai Republik Terhadap Perkembangan Ini
Namun, para pemimpin partai di Kongres sudah langsung menolak gagasan ini, dan banyak yang meragukan Trump serius dengan pernyataannya. Misalnya, Senator John Thune, pemimpin mayoritas Senat, berspekulasi bahwa Trump hanya “bersenang-senang” dengan percakapan ini. Demikian pula dengan pernyataan juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, yang menyatakan bahwa tidak ada rencana untuk memikirkan masa jabatan ketiga. “Presiden masih memiliki empat tahun dan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” imbuhnya, menekankan bahwa mereka senantiasa terjaga pada isu yang lebih realistis.
Kekhawatiran Terhadap Potensi Krisis Konstitusi
Dave Carney, seorang strategis Republik, berpendapat bahwa Trump memiliki strategi untuk membuat orang tetap merasa tidak nyaman. “Ini membuat orang di sebelah kiri menjadi panik, dan memberi tahu orang lain bahwa Trump akan tetap ada lebih lama dari yang mereka bayangkan,” ujarnya. Trump tampaknya tidak berencana untuk berbagi sorotan panggung, dan sebaliknya, berusaha memperluas kekuasaan eksekutifnya selama masa jabatannya yang kedua. Perwakilan Democrat, Ro Khanna, bahkan menyatakan kekhawatirannya akan potensi krisis konstitusi yang dapat muncul dari komentar-komentar tersebut.
Kembali Ke Masa Kini
Meskipun begitu, saat ditanya tentang masa depan politiknya, Trump mengalihkan fokusnya kembali ke masa jabatannya yang sekarang. “Saya bahkan tidak ingin membahas ini,” ucapnya kepada wartawan, menekankan bahwa masih ada banyak pekerjaan yang perlu dilakukan. Namun, dia tidak bisa menahan diri ketika seorang reporter Fox News menanyakan tentang kemungkinan bertanding melawan mantan Presiden Barack Obama. Menghadapi ucapan tersebut, Trump mengungkapkan ketertarikan, seraya mengungkapkan kegembiraannya akan konsep tersebut, meski isi pertanyaannya sudah jelas tidak relevan.
Presiden Trump tampaknya menggunakan pernyataan tentang masa jabatan ketiga tersebut sebagai alat untuk mengalihkan perhatian dari berbagai isu yang ada. Sementara para pemimpin partainya menyatakan bahwa pemikirannya tidak akan terwujud, penggemar dan lawan politiknya tetap dikondisikan untuk mempertimbangkan kemungkinan yang tak terduga. Dalam keadaan ini, baik popularitasnya maupun strategi politiknya patut dicermati di masa mendatang.